Senin, 30 September 2013

Hobi

Hobi itu bisa juga berasal dari kebiasaan yang dilakukan, baik diri sendiri atau pun orang lain. Eh, bener ya yang saya tulis itu? Tolong diralat ya kalau merasa nggak sependapat. Tapi sepertinya saya tetep ngotot pada tulisan saya. :p
Jadi  begini, misalkan saya sewaktu kecil sering melihat teman, atau orang-orang yang tinggal di lingkungan rumah saya main domino, ya kemungkinan saya pasti suka bahkan mungkin jago bermain domino. Atau bisa juga saya hanya mempunyai sebuah sepeda. Ya sepeda itu menjadi kendaraan saya kemana saja. Baik pergi ke sekolah, ke kantor, pokoknya kemana-mana naik sepeda. Suka atau tidak kemungkinan bersepeda akan menjadi hobi saya. Atau tiba-tiba pas diumur berapa gitu saya sukanya banting-banting barang kalau marah. Ya kemungkinan itu hobi saya yang dilakukan oleh diri saya yang satunya. (kepribadian ganda maksudnya?) sebenarnya bukan, itu cuman alasan aja biar nggak disalahin. : ))
Kemaren saya bertemu sama teman yang sudah lama tidak berjumpa. Lalu dia bertanya “masih sering sepedaan?”  dengan segera saya jawab “masih dong, itu kan hobi saya :D”
Saya pernah meyakinkan teman untuk mengikuti hobi saya. Berhasil? Ya, awalnya saja. Selanjutnya? Bakal nyerah dengan sendirinya. –Jangan memaksakan hobi anda kepada orang lain. Hal yang bukan dari buah keinginan dari dalam hati tidak akan bertahan lama- @edbnyot
Hobi yang kita lakukan belum tentu orang lain juga senang melakukannya. Jadi, keinginan saya untuk mengajak teman, kawan, kerabat serta keluarga saya untuk hidup sehat bersepeda sekarang hanya tinggal wacana di dalam otak saya dan sudah saya kubur dalam-dalam. Kapok? Nggak juga sih, hanya saya sekarang mulai selektif untuk mengajak orang-orang yang saya kenal agar mempunyai hobi yang sama seperti saya. Biasanya kawan yang memang sebelumya sudah biasa gowes bareng terus vakum dengan waktu yang lama, mereka akan merasa malas untuk memulainya. Di sini baru saya gencar mengajak, merayu, sampai memaksa agar bisa kembali bersepeda bersama. Saya juga kalau lama libur akan malas mau gowes lagi. Kalau sudah demikian, ya saya browsing, googling tentang hal-hal sepeda. Mulai melihat produk-produk baru, kabar komunitas sepeda, para goweser yang habis touring, pokoknya apa aja yang menyangkut tentang sepeda di tanah air. Biasanya semangat akan bangkit lagi kalau habis baca-baca. Ya sukur-sukur kalau ada yang ngajak sekaligus maksain saya buat gowes lagi.
-aku mengaku kalah kalau berkaitan dengan hobi, selalu ada narsis di dalamnya- @edbnyot
Saya termasuk jarang sekali mempublikasikan tentang kegiatan-kegiatan yang saya lakukan sehari-harinya. Apalagi hanya untuk mengatakan keberadaan saya saat itu tanpa ada yang menanyakan saya berada di mana, baik di sosial media atau lainnya. Entahlah. Tapi kalau untuk hal yang menyangkut dengan hobi saya, itu sebuah pengecualian. Saya bisa memajang dp bbm atau mengupload foto-foto mengenai hobi saya di facebook sampai beberapa kali.. mungkin, orang atau kawan-kawan saya bosan melihatnya. Ya, wajar aja sih, saya juga sering bosan kalau lihat hal tersebut apabila dilakukan orang lain. :D
Jadi, sebuah hobi itu sesuatu yang pantas dibanggakan ya. Entah orang lain itu menilai hobi yang kita lakukan itu biasa saja, atau bahkan banyak yang tidak suka, itu nggak masalah. Yang jelas, selama hal itu positif dan kita bahagia dengan melakukannya, saya rasa itu sebuah prestasi untuk diri kita sendiri. Salam gowes.

Minggu, 22 September 2013

Remot Super

Kalian hobi menonton televisi (tv)? Iya? Pasti tau betapa segalanya remot apabila berada di tangan kita pada saat menikmati siaran atau film yang di tayangkan. Andaikan remot tersebut hilang, (memang bisa hilang?) coba andaikan remot tersebut rusak, pasti nonton tv-nya jadi nggak asik. Ya kan? Ya deh.
Sudah beberapa bulan ini saya menonton tv di kamar tanpa adanya remot. Asik? Nggak. Di karenakan ruangan kamar saya dengan lebar seukuran dua kali panjangnya tubuh saya, maka hal ini tidak begitu susah saat ingin memindah-mindah channel. Biasanya saya kalau menonton tv sambil baring-baring gitu, jadi posisi kaki standby di atas meja tv dengan jari-jarinya siap memencet tombol-tombol volume dan ch. Hal ini berjalan mulus sampai sekitar dua bulan yang lalu. Mungkin ya, mungkin karena kekuatan kaki saya sangat dahsyat sehingga si tv mulai nggak mampu menahannya selama ini, jadinya (dia) sedikit ngambek. Iya, tombol-tombol yang ada mulai nggak patuh sama saya. Saya maunya A dia-nya ngelakuin B. Saya pengennya B dia nggak nurut-nurut. Kampret!
 
Saya sering mengomel sendiri kalau si tv ini sedang kumat. Pas saya pencet tombol kecilin volume (ini tetep pake kaki loh ya, walaupun saat duduk juga :D) kadang malah volumenya tambah nyaring, pas pencet besarin volumenya, eh..malah channelnya yang pindah. *tarik napas dalem-dalem*. Kalau sudah demikian, biasanya mood untuk tetep nongkrong di depan tv akan lenyap. Ya, mau nonton film apa aja (APA AJA) sudah malas jadinya.
Dan setelah tiga hari yang lalu, saya mendapatkan sebuah remot tv yang bermerk (apa nih.. multi joker..bla..bla..bla) ya itulah. Merknya nggak saya kenal, di tambah kondisi remot ini sangat mengenaskan. Sangat, TRAGIS! Maklum, sebelumnya remot ini di pakai oleh kami di tv yang berada di ruang keluarga. Umur remot ini juga mencapai tahunan, nggak tau berapa tahun persisnya. Hebatnya lagi, remot multi ini bisa di pakai oleh segala jenis dan merk tv. Bisa juga buat receiver. Jadi, sebelum mengoperasikannya hanya perlu memencet kode nomor sesuai dengan jenis televisi yang kita gunakan. Karena setiap merk tv berbeda satu sama lain, bahkan yang se-merk pun terkadang beda. Misalnya untuk tv lcd dan tabung. Untuk itu remot ini dinamakan multi, bisa yang mana aja.
Kembali ke kondisi remot yang sangat mengenaskan tadi. Dengan keadaanya yang demikian itu, ternyata fungsinya masih baik. Bukan, remot ini masih sangat bagus. Kaget? Iya. Apalagi dengan harga yang terbilang murah, dan dengan senang hati kalau saya katakan remot tv ini adalah produk yang sangat canggih dan yang lebih membahagiakan (lagi) ternyata produk ini buatan Indonesia. Apa? INDONESIA mennnn... Gila! 

Saya pernah beberapa kali tanpa sengaja menginjak remot ini. Orang rumah? Nggak terhitung juga berapa kali. Tapi, dengan keadaan yang sudah terpecah-pecah ditambah hanya isolasi/ lakban dan seikat karet yang menggabungkan kedua bagian atas dan bawah casing remot tersebut, sang remot masih dapat berfungsi dengan baik. Ajaib!

Penampakan remot super

Selasa, 17 September 2013

Jadi orang baik?

Di dalam diri kalian punya jiwa penolong? Kalau ada saya ucapkan selamat. Karena kalian termasuk manusia yang luar biasa. Coba kita liat para relawan-relawan yang bekerja tanpa mengharap sesuatu seperti upah dan sebagainya untuk membantu saudara kita yang terkena musibah seperti bencana alam. Tanpa kita tau seberapa lelah mereka, tanpa kita melihat apakah mereka masih mempunyai tenaga atau mereka masih memaksakannya. Iya, itu dari segi fisik. Bagaimana dari hati mereka? Terus terang, terkadang kita yang baru niat menolong aja biasanya hati sudah mikir ini itu. Belum berbuat apa-apa sudah ragu-ragu.
Pernah meneruskan pesan siaran/ broadcast? Atau memberitakan suatu informasi yang kita anggap info tersebut penting dan harus di bagi agar kawan, kerabat, saudara atau orang lain yang ada di kontak bbm kita ikut mengetahui? Ya, saya pernah. Saya termasuk orang yang jarang atau hampir nggak pernah mem-broadcast suatu pesan atau informasi kepada nama-nama yang berada di kontak bbm saya. Tapi kali itu, saya menerima sebuah pesan di mana isinya adalah seseorang yang sedang membutuhkan darah setelah habis menjalani operasi dikarenakan darah orang tersebut kurang dan langka dan kebetulan stock darah yang di butuhkan di PMI lagi kosong. Maka informasi tersebut saya anggap penting dan perlu di share. Tanpa berfikir saya copy-paste pesan tersebut lalu saya kirim. Ya, melalui broadcast juga.
Selang beberapa menit kemudian *pesan bbm masuk* segera saya buka. Dan kaget baca isinya. Pesan ini dari temen, ya nggak seberapa kenal betul sih. Katanya gini “eh ed, yakin itu bukan penipuan? Kalau ternyata iya penipuan gimana? Kamu mau tanggung jawab? Kan kamu yang share.” Saya kaget. Kok? Lah saya kan niatnya nolong, kan saya cuma mau membantu yang lagi kesusahan (saya bergumul  dalam hati). Saya diam, mencoba mencerna maksud dari pesannya dia. Saya mencoba koreksi di mana salahnya. Dan nggak lama kemudian *pesan bbm masuk lagi* kali ini dengan orang yang berbeda. Dia mengatakan dalam pesannya yang masuk ke saya “siapa itu yang butuh darah? Kamu kenal? Terus dia tinggal dimana? Kamu yakin ini infonya bener dan bukan penipuan?” oke. Kali ini saya nggak terlalu kaget seperti pesan yang masuk pertama tadi. Tapi saya masih belum menjawab pesan dari mereka berdua. Terus terang waktu itu saya bingung. Saya menggerutu dalam hati “kok bisa sih? Saya kan hanya niat menolong. Kok saya merasa disalahkan?” belum habis-habis saya berfikir tentang dua pesan dari temen saya itu, eh nggak lama *pesan bbm masuk lagi* dan ini adalah ketiga kalinya dari orang yang berbeda. Ia mengatakan dalam pesannya “itu penipuan mas, aku pernah dapat broadcast yang kurang lebih isinya seperti itu”. Saya mencoba menerka, mungkin darah tersebut akan di jadikan bisnis oleh pelaku. Mungkin..
Dalam kasus yang lain lagi tapi masih berkaitan dengan suatu hal yang di mana rasa solidaritas atau jiwa sosial kita di pertanyakan disini. Kalau di tanya “Masihkah kita perduli kepada sesama? Masihkah kita mampu menolong kawan atau kerabat kita walaupun hanya dengan ucapan? Jawabannya tergantung dari hati dan tindakan kita setelah menerima kabar tersebut.”
Ada seorang teman mengirimkan pesan kepada saya. Ya, kali ini masih berhubungan dengan pesan atau bbm.  Ia mengatakan kalau saat ini membutuhkan dana dan berniat akan menjual hp yang di milikinya. “ed, tolong bantu jualkan hp ku dong, aku butuh uang nih. Sebentar foto barang/ hp nya aku kirim biar enak kamu tawarin ketemen-temen kamu ya.” tanpa mempertanyakan ia kenapa menjualnya? Butuh uang karena apa? saya langsung berkata “oke, kirim aja gambarnya”. Lalu dengan segera saya share foto barangnya beserta harga yang dia tawarkan tadi di grup bbm saya. Nggak sampai semenit ada notif masuk lalu saya buka. *mengerutkan dahi* *kemudian menutup dan mengantongi hp*
Obrloan yang pertama masuk isinya adalah “MAHAAAAALLLLL” masa sih? (lagi-lagi saya menggerutu dalam hati). Setahu saya, harganya (dulu) segitu kok. Lalu terfikir kata (dulu). Eh, beneran ya? *mulai ragu*. Nggak lama kemudian obrolan yang lain masuk: “gilaaaakk.. kemaren temanku jual ini hp nggak semahal ini.. woii bro, kalau mau ambil untung kira-kira dong..” terus terang ini pesan pedih pas di baca pertama kali. Pedih tau.. pedih.
Lalu saya membalas obrolan teresebut: “aku nggak ambil untung. Cuma bantu temen jualin aja. Orang yang punya kasih harga segitu ya aku tulis segitu juga”. Kepikiran lagi, trus keingat dulu sempat nge-share tentang orang yang butuh darah. Niat awalnya juga sama “hanya ingin menolong orang lain” dan ternyata semua itu nggak seperti kita bayangkan. Ternyata ada langkah yang harus dilakukan sebelum kita berfkir dan bisa mewujudkan keinginan kita untuk “membantu atau menolong orang lain”  tadi.
Baiklah, saya mulai yakin kalau saya salah. Terus salahnya di mana? Saya mencoba mengingat-ingat apa saja yang saya lakukan setelah menerima (dua kasus diatas) broadcast dan pesan waktu pertama kali tadi. Ternyata saya mendapat suatu pelajaran disini. Yang pertama jangan lupa mengecek sumber informasi atau siapa orang yang membutuhkan bantuan. Seperti menghubungi nomor yang ada pada isi pesan tersebut. Ya mungkin aja yang angkat teleponnya itu jodoh :D. Bukan, maksudnya mungkin saja informasi tersebut benar atau untuk memastikan agar jelas ini penipuan atau tidak. Lalu coba googling tentang kasus-kasus atau hal yang berkaitan dengan isi pesan tadi, ini berlaku juga dengan berjualan hp. Jadi, biasakan mengecek harga barang yang akan dijual untuk mengetahui harga pasaran saat itu. Karena setiap bulan harga jual barang bisa berubah-ubah. Biar nggak dikatain penjual-dadakan-yang-cuman-modal-ngomong-sama-ngetik doang-dan-mau-ambil-untung-banyak, maka untuk mengetahui harga sangatlah penting.
Jadi, intinya ada perubahan dalam diri saya setelah kejadian yang saya alami di atas. Mungkin kalian juga merasakan hal yang sama. Saya mulai mempertanyakan jiwa sosial saya, juga rasa tolong menolong terhadap sesama. Atau apa namanya? Empati? Ya, mungkin rasa empati saya perlahan-lahan semakin hilang. Secara nggak sadar hal-hal tersebut telah perlahan di bunuh oleh prasangka dan kewaspadaan serta rasa waswas yang teramat sangat. Karena setiap menerima pesan yang berisikan memohon bantuan, maka respon yang pertama adalah berprasangka yang tidak benar. Terkadang bahkan mengabaikan. Apakah hal ini bisa dicegah? Entahlah. Sepertinya tidak. Sekian.

Rabu, 11 September 2013

Ah, kau tile!

“Gila lu ndro!”. Siapa aja yang suka atau pernah nonton filmnya warkop pasti ngerti sama dialognya ini. Dalam film tersebut ada tiga tokoh utama. Mereka adalah Dono, Kasino dan Indro. Ketiganya merupakan aktor paling berjaya pada era perfilman tahun 80-90an. Film-film mereka termasuk dalam kategori komedi. Saya aja kalau nonton pasti cekikikan di buatnya, walaupun sudah berulang-ulang di putar di tv. Sebenarnya saya bukan mau bahas tentang film-filmnya warkop. Itu nggak mungkin.
 Saya mau bahas tentang orang gila. Iya, yang saya maksud itu gila beneran loh ya, bukan gila-gilaan kayak lagunya the changcuters itu. Oke, sesuai dengan awal tulisan tadi, ada dialog filmnya warkop yang di mana Kasino sering mengucapkan gila kepada Indro. Maksud kasino mengucapkannya di sini karena Indro yang dengan tingkahnya yang koplak dan nyeleneh namun masih sadar pas ngelakuinnya. Ya, kalau di Bahasa Indonesia itu namanya  .... duh lupa..
“Gila kau tile!”. Mungkin ini yang pas untuk mengatakan kepada kawan saya yang sudah saya kenal sejak SMP dulu. Iya, tile itu nama samarannya. Kadang masih nggak percaya kalau teman yang dari dulu kita kenal baik-baik saja, sekarang sangat berubah. Perubahannya itu dari manusia normal hingga menjadi.. ah, sebenarnya saya nggak tega kalau mengatakan kawan saya ini sekarang agak kurang waras. Kaget? Sangat. Dan masih nggak percaya kalau hal itu bisa menimpa dia. Malang sekali nasibnya.
Barusan tadi saya bertemu dengan dia. Sedih dan males begitu liat mukanya yang dari jauh sudah senyum-senyum mengenali saya. Oh ya, ingatannya masih kuat loh. Bahkan dia masih ingat teman-temannya dan masih ingat rumah saya juga :( (ini musibah). Orangnya selalu memakai kemeja. Kemana pun. Karena selama saya bertemu dengan dia selalu demikian. Tapi, atasannya yang terbilang rapi dan formal itu tidak di barengi dengan bawahan yang sesuai. Ya kadang celana panjang (normal), lebih sering celana pendek. Atau kolor kayak boxer gitu. Duh, ampun.
Saya selalu berfikir, mencerna, berfikir lagi kalau habis bertemu sama dia. Saya masih belum bisa mengerti sama pembicaraan kami. Perkataan yang dia ucapkan selalu membuat alis saya mengkerut seakan pendidikan yang saya dapatkan dari bangku sekolah dasar sampai kuliah itu sirna semua. Otak saya kadang terbalik-balik karena mikir keras mencerna kata-kata dari si tile ini. Ada beberapa dialog yang saya ingat sewaktu berbicara dengan dia.

Tile         : Dy.. paketkan aku bah. Aku sudah nggak tahan, kupingku disakiti kalau di rumah.
Me         : ....... (mikir sejenak, maksudnya apa. Abaikan) Oh, gampang. Kau dari mana?
Tile         : Aku sudah dari kecil loh di sini, kenalin namaku tile.
Me         : oh, aku edy (lalu salaman lagi kayak baru kenalan) *mulai ikutan nggak waras*

Kemudian saya merasa bisa ikut-ikut gila kalau sering-sering ngobrol sama dia.

Tile         : Ed, ambilkan mandat ku bah..
Me         : mandat? mandat apa?
Tile         : itu, pegangan hidup ku. Aku juga sebenarnya keturunan david beckham loh.
Me         : ..Ha..Ha..Ha.. (ngakak miris)
Tile         : mandat itu sembunyi di dalam tangan ku. Aku juga hidup dari jaman Nabi Adam.
Me         : (pasang tampang serius)...HAAAAAAA.. (masih ngakak)
Tile         : sebenarnya aku ini bukan si tile. Dia sekarang ada di bulan.
Me         : ........ (ketawa sambil teriak.. bunuh aku rud, bunuh aku!!). Loh? jadi kau siapa?
Tile         : Aku nih si baking (nama teman waktu smp)
Me         : (otak mulai konslet, kok bisa dia ingat si baking? Kok?) oh, okelah. Aku jalan dulu ya... (kaburrr)

Pembicaraan kami selalunya tidak berlangsung lama. Seperti yang saya katakan tadi, kalau sering-sering ngobrol sama dia, saya bisa-bisa ikutan gila. Saya selalu kabur begitu ada kesempatan.
Pernah waktu itu dia datang kerumah saya. Waktu itu saya pas berada di wc dan sampai dia pergi baru saya keluar (dalem hati... selamat nggak ketemu itu anak). Itulah mengapa saya katakan kalau dia masih mengingat rumah saya adalah musibah. Soalnya kalau sudah datang, trus diladeni ngobrol, bisa nggak pulang-pulang dianya. MUAHAHHAAHAA..
Kadang nggak tega juga memperlakukan teman sendiri sampai kayak gitu. Saya sering di nasihati sama orang tua saya, katanya “biar begitu juga kan dia teman kamu, ya kalau sudah jauh-jauh datang kerumah mbok ya disambut gitu.” Saya juga nggak tau pasti penyebabnya dia jadi seperti itu gara-gara apa. Mungkin karena ada masalah pada keluarganya. Atau karena ada pengaruh dari kenakalan remaja. Entahlah. Yang jelas saya sebagai kawannya dan sudah lama mengenalnya sangat bersedih dan selalu berdoa supaya si tile ini bisa hidup normal lagi dan bisa kembali seperti dulu lagi. Amin.

Senin, 09 September 2013

Sabarnya habis di jalan

Jadi kalau ada orang jaman sekarang yang dipuji karena “sabar” itu patut diacungin jempol. Gimana nggak, cobaan hidup saat ini berat-berat gini. Ya kalau kisah manusianya  kayak di ending cerita sinetron-sinetron yang selalu bahagia itu mungkin aja bisa. Tapi ya sekali lagi sinetron itu kan fiktif.
Ujian dan cobaan hidup sekalian berkah plus rejeki orang itu dimulai saat bangun tidur. Entah itu bangun-bangun tiba-tiba bahagia dapat pesan singkat (merasa itu hp bisa bunyi juga)  dan malah kesal baca isinya yang kasih tau kalau kita dapat mobil atau uang puluhan juta rupiah. Kesal itu sms penipuan.
Saya mencoba mengambil contoh kecil dari hal-hal yang menentukan apakah kita termasuk orang yang sabar, nggak sabar, nggak sabaran, dan nggak pake sabar. Lebih gampang yang bagian keabaran menipis drastis, soalnya saya termasuk orang yang sabarnya cuman beberapa persen aja, jadi seringnya mengalami yang ngomelin orang, marahin orang, nyinyirin orang (dalem hati). Tapi korbannya sudah pasti salah loh ya. Dimata saya aja. :))
Pernah saat pergi jalan menggunakan motor penuh dengan omelan. Ya, lagi-lagi cuma didalam hati sih. Seperti yang saya katakan sebelumnya kalau cobaan itu datangnya kadang diawal-awal pas bangun tidur. Kali ini barusan keluar gang rumah sudah hampir di tabrak anak abg labil yang otaknya entah tercecer dimana. Mengebut tanpa lampu malam-malam dijalanan perkampungan itu kalau nggak pikirannya kebanyakan eek ya tiap hari makanan otaknya eek aja tuh. Pengong. (oke, selesai maki-makinya). Eeeeek!
Saya berulang kali mencerna, menyelami dan mendalami apa yang dipikirkan orang-orang yang jelas-jelas salah, terus membahayakan nyawa orang lain, eh dimana terkadang sambil ngelakuinnya itu kok masih ada ya rasa bangga. Mungkin yang ada dipikran orang tersebut cuman kata-kata sanjungan, pujian, senang dikatain hebat. Padahal “jongkok” hahahha.. (ini kok dari tadi marah-marah nggak jelas)
Baiklah kita lanjut ke contoh yang lain.
Dipertengahan jalan saat naik motor sering kaget trus panik dan akhirnya ngomel-ngomel sendiri (ini juga dalam hati). Tiba-tiba selalu aja ada muncul mahluk sejenis onta, tapi bisa naik motor, bahkan bisa maki orang. Mahluk ini biasanya secara tiba-tiba keluar dari gang-gang dipinggiran jalan. Kalau kita apes ya kita yang ditabrak. Ya kalau sial, kalian akan menabrak mereka karena nggak tau tadi, plus kalian tetep disalahkan. Sekali lagi, onta ini bisa memaki. Kampret kan? Iya.
Kalau cobaan dan ujian kesabaran diatas kalian lulus, bukan berarti situasi akan terus aman.
Jangan lupa, selalu waspada . Fokuskan pandangan kedepan. Konsentrasi. Ingat, yang hati-hati aja bisa kena musibah, apalagi yang lalai. Jangan lupa baca doa.
Yang berikutnya  jangan pernah mengalihkan pandangan kalian hanya gara-gara mbak-mbak/ tante-tante/ cewek yang pake tanktop atau hotpants yang lewat dengan posisi kita saat itu sedang dibelakang ibu-ibu yang naik motor matic. “Jangan, jangan sia-siakan rejeki dari Tuhan!”
Biasanya ya, ibu-ibu yang naik matic ini sering blunder dijalan. Ya sebagian ngatain kalau mereka adalah kasta tertinggi dalam pengendara dijalanan atau bisa disebut “Raja jalanan”. Entah bagaimana si ibu-ibu itu sering membelok, berputar, berguling-guling secara tiba-tiba tanpa memberi aba-aba seperti menyalakan lampus sen/ letting. Yah, kalian pasti pernah ketemu yang kayak begini. Atau mungkin pasti pernah mengalaminya . Saya yakin, orang yang dibelakang kalian saat itu sangat puas menghujat.
Ada lagi yang suka sambil sms-an atau bbm-an sambil naik motor. Kalau sambil ngebut masuk paret tanpa mencelakai orang lain ya nggak masalah sih sebenarnya. *mencoba bijak* *dikeroyok*
Jadi sebenarnya kalau pas marah misalnya lagi marahan sama pacar, trus mencoba bersabar. Lalu berusaha agar marahnya nggak terusan malah pergi jalan pakai kendaraan itu salah ya. Sekali lagi jalanan itu tempatnya ujian kesabaran diatas level rata-rata. Ya kalau pas marah baiknya tidur aja. Kalau nggak bisa ya disabar-sabarin. *elus-elusin dada*

Minggu, 08 September 2013

Motornya terbakar...

Kejadian ini sudah lama banget, antara tahun 2005 atau 2006. Waktu itu seperti biasa. Momon, ario dan aku, kami bertiga selalu bertemu untuk sekedar mengobrol, duduk-duduk, ngerokok, ngobrol lagi, duduk-duduk lagi, ngerokok lagi, pokoknya wajib ketemu tiap hari. 
Hari itu momon sedang asik berinovasi pada sebuah sepeda motor grand astrea ’95 milik dari kakak iparnya. Dari yang rencana semulanya hanya mengganti spakbor dan batok depan beserta lampu baru merembet sampai ke mesinnya yang di utak-atik. Yah, namanya juga hobi. Bukan, tepatnya kurang kerjaan.
Dugaan sementara pengapian motor bermasalah. Kami bertiga pada posisinya masing-masing, Momon memegang kabel busi, Ario siap pada posisi kaki untuk mengengkol motor, dan aku pada posisi paling nyaman, menyimak dari jok motor. Tiba-tiba saat bersamaan, selang bensin yang menuju ke karburator terlepas... “duarrrr” (sebenarnya nggak ada suaranya sih, ini dibuat-buat aja.) api pun dengan cepatnya membesar. Kami bertiga sedikit menjauh, selama beberapa detik hanya menatap dan berkata dalem hati “Apa ini? Apakah motor ini akan berubah menjadi sebuah robot? Seperti di film-film transformers? Apakah dia bagian dari decepticon atau autobots? Cukup. Motor ini hanya terbakar. Hah? Motor ini TERBAKAR!!! Tolooong.. Kebakaraaan..tolooong.. kami berteriak dan nggak tau harus ngapain. 
Saat melihat api yang mulai agak besar, yang terpikir adalah air. Iya, air. Karena panik jadi nggak melihat adanya air (padahal disebelah rumah terdapat sebuah drum yang menampung air hujan, dan didepan rumahnya ada got/ parit dengan air yang mengalir) aku berlari kedalam warung makan. Saat itu masih panik dan bingung harus mencari air di mana. 
Aku langsung menuju kedapur warung dan berharap ada secercah harapan disana sambil membayangkan ada sosok bidadari yang menyapa dan mengatakan “tenang sayang, kamu ganteng hari ini.” Pffftt.. 
Didalam dapur aku melihat sosok wanita, tepatnya ibu-ibu yang lagi asik jongkok mencuci piring dan disebelahnya terdapat sebuah baskom yang berisikan air. Binggo! Mataku berbinar-binar. Tanpa berfikir panjang, dan tanpa berkata apa-apa, baskom berisikan air aku angkat. Tidak, aku bawa lari sementara si ibu-ibu pembantu tadi sedang mengerjakan tugasnya. Eeeh, mau dibawa kemana anak ku mas? Maksudnya baskom tadi. (baiklah, dialognya aku ulang). Eeeh, mau dibawa kemana baskomnya mas? Woii..wooii.. 
Aku tak lagi mendengar jeritan si ibu itu. Karena takut semua orang disekitar warung tersebut panik, aku juga nggak mau berteriak-teriak kalau disebelah warung ada motor yag terbakar. Aku juga nggak seberapa yakin sih, motornya kebakar beneran atau kedua temen ku cuman iseng-iseng aja main api. Ntar kalau sudah pas tereak-tereak nyaring-nyaring gitu trus orang-orang sekampung denger panik pada datangan dan nggak taunya ini bukan kebakaran tapi ulah iseng tiga pemuda kampret yang lagi mencari jati diri.
Sesampainya diluar (dalem hati bangga, sempet mikir kalau aku akan jadi penyelamat kalian hari ini wahai manusia..hahahhaaa), aku segera menyiramkan seluruh air yang berada didalam baskom yang aku bawa, byuuurrr.. dan ternyata, nggak ngaruh sama sekali. Rasanya itu api sambil ketawa-ketawa trus ngomong, gatel nyet! Aku shiiyoook! Nggak tau harus berbuat apalagi. 
Masa sih aku harus nyerah gitu aja, kalau motor ini kebakar, trus rumahnya ikutan kebakar, terus apinya membesar dan seluruh kampungku ikut terbakar juga? Gimana nasib kami bertiga? Gimana nasib warga-warga disini? Gimana kalau rumahku ikutan kena juga? Gimana nasib kasur kesayanganku? Sebagai manusia biasa aku takut. Oke, cukup! 
Aku kembali berlari kedalam warung, dan kali ini tidak mudah. Beberapa ibu-ibu sudah berdiri didepanku, aku menatap mata mereka yang penuh dengan rasa penasaran, mereka seperti sudah nggak sabar menantikan gosip terbaru yang ditunggu-tunggu sekian lama. Ah, itu ada kebakaran diluar, kataku dengan nada datar biar nggak ada yang panik atau pingsan. DI MANA MAS?? KAPAN? SUDAH PADAM APA BELUM? TERUS SIAPA YANG BAKAR-BAKAR? APA YANG KEBAKAR MAS? JAWAB MAS.. JAWAB.. Ibu-ibu mulai panik. Aku jawab belum. Minta airnya lagi ya bu (mencoba tetep kalem biar dikatain cowok yang tegar, tabah, dan amanah). 
Setelah sekitar sepuluh menit yang menegangkan itu api di motor sudah padam. Dan ekspresi yang pertama kali keluar dari kami bertiga adalah ketawa, haha.. goblok! 
Eh, iya kronologisnya perlu diceritain juga ya? Baiklah. 
Saat itu ada mas-mas yang tinggal disebelah rumah yang ikut memadamkan api menggunakan air yang ada didalam drum, ia sangat kuat, bahkan air dalam drum pun habis dalam sekejap ia guyur ke motor, byurrr... tadaaaa.. api pun lenyap dalam sekejap. 
Gimana kabar kedua teman ku? Ternyata mereka selamat. Doa mereka berdua di ijabah sama Allah, alhamdulilah. Ternyata sementara aku berlari-lari mencari air. Mereka berdua? hanya sibuk panik. Pokoknya bengong, teriak-teriak, bengong lagi. Asem. 
Setelah api padam, aku melihat sekeliling. Wah, banyak orang? Ada apa ini kumpul-kumpul? Bubar-bubar semua! Orang-orang yang tadinya lewat pada berhenti ikut nonton pertunjukan gratis. 
Entahlah ya, sepertinya di mana ada kebakaran, orang-orang pada sibuk juga ndusel-ndusel, sempit-sempitan, berbondong-bondong menuju tempat kejadian untuk melihat bahkan kalau jaman sekarang moment kayak gitu katanya harus diabadikan kedalam bentuk gambar atau foto. Orang kena musibah mbok ya ditolong gitu bukannya di foto mbak, mas. (tapi kan ada petugas yang profesinya memang nolongin korban yang terkena musibah itu mas? Jadi kan ngapain kita ikut-ikutan capek) oke, ini masuk akal juga. Ah, aku labil. 
Penderitaan pun berlanjut setelah hari itu. Akibat dari kejadian tersebut, spakbor depan, batok dan lampu depan motor yang baru diganti tidak dapat digunakan lagi. Oh iya, sebelum kejadian ini (motor terbakar) ternyata habis dipakai dan masuk parit ditikungan dekat rumah juga. Dan rusaknya pun dibagian yang sama. Aku sempat mikir, ini motor atau orang yang punya apes banget, belum pernah dibacain buku petunjuk pemakaian kendaraan yang baik dan benar kali ya.  
Curiga rentetan indisen yang dialami motor ini secara beruntun di mana sebelumnya yaitu kecelakaan yang menyebabkan motor tersebut masuk di parit dan kali ini, motor ini terbakar sudah direncanakan sejak awal. Ini konspirasi, ini pasti konspirasi, kamera di mana kameranya... 
Setelah dipikir, dilihat, ditimbang, dipikir lagi akhirnya keputusan sudah bulat. Motor tersebut harus dipotong rangkanya. Kok bisa? Lha yang rusak cuman di bagian depan motor aja , kok rangkanya ikut-ikutan mau dipotong? Bingung? Aku juga nggak tau isi kepala si momon ini. Iya, sekali lagi ini namanya hobi (hobi itu mahal). 

Sempat foto bareng motor keramat. (cee ileeh, posenya apaan nih? geliiiii) :))


Sabtu, 07 September 2013

Katakan perang pada cicak

Entah apa sebabnya kalau melihat mereka, para cicak yang menempel di dinding-dinding rumah dengan sombongnya itu serasa luapan darah yang mendidih, dan semangat berperang yang berkobar menandakan musuh harus dibasmi untuk dimusnahkan. Mereka seperti berkata-kata sesuatu, semacam mengolok bahkan sering menertawakan. 
Permusuhan kami berawal pada suatu hari, di dalam kamar. Saat itu mereka (cicak) sedang mengerjakan tugas wajibnya sebagai mahluk Tuhan. Mereka sedang kawin. Dan mereka kawin di depan mata, tanpa ada rasa sungkan sama tuan rumah atau apa, dan mereka sangat menikmatinya. Kampret. 
Cicak 1 : eh yank, itu orang ngapain dari tadi liatin kita? 
Cicak 2 : ih, gak tau kita lagi asik apa, udah cuekin aja yank. 
Cicak 1 : kasian yah, mukanya kayak kepengen gitu?