Entah apa sebabnya kalau melihat mereka, para cicak yang menempel di dinding-dinding rumah dengan sombongnya itu serasa luapan darah yang mendidih, dan semangat berperang yang berkobar menandakan musuh harus dibasmi untuk dimusnahkan. Mereka seperti berkata-kata sesuatu, semacam mengolok bahkan sering menertawakan.
Permusuhan kami berawal pada suatu hari, di dalam kamar. Saat itu mereka (cicak) sedang mengerjakan tugas wajibnya sebagai mahluk Tuhan. Mereka sedang kawin. Dan mereka kawin di depan mata, tanpa ada rasa sungkan sama tuan rumah atau apa, dan mereka sangat menikmatinya. Kampret.
Cicak 1 : eh yank, itu orang ngapain dari tadi liatin kita?
Cicak 2 : ih, gak tau kita lagi asik apa, udah cuekin aja yank.
Cicak 1 : kasian yah, mukanya kayak kepengen gitu?
Karena sudah terbiasa melihat cicak dari kecil, terkadang aku bisa paham bahasa cicak dan mereka sedang ngomongin apa. Sebenarnya mau ngata-ngatain itu cicak berdua, tapi mungkin omongan mereka ada benernya juga. Ah, aku menundukkan kepala *sigh*.
Tapi bukan aku mengalah, justru saat ini bendera perang telah dikibarkan oleh cicak rumahan dengan aku yang mewakili seluruh perasaan manusia yang terzalimi oleh mereka selama ini.
Peperangan kami dibuktikan untuk yang kedua kalinya, korban yang berjatuhan adalah salah seekor dari cicak dewasa, dan manusia nol. Saat itu sekitar jam 7 sore, sehabis magrib aku bergegas pergi keacara undangan nikahan temen. Sebenarnya setiap ada undangan nikah itu perasaan selalu hancur, apalagi kalau pas ditanya “pasangannya mana?” “kapan nyusul?” atau “sudah karatan tuh” Asem.
Aku buru-buru memakai baju yang lagi-lagi itu-itu aja sampai ada yang gelar baju kobat, kobat khusus undangan. Setelah berkaca lebih dari setengah menit, kunci motor sudah ditangan, berjalanlah aku menuju pintu rumah. Tiba-tiba saat membuka pintu, ada semacam suara “e’eeek” dalam hati bertanya-tanya, apa tadi? Lalu saat melangkah aku melihat kebawah, ternyata ada potongan daging terburai, semacam titit, tapi lebih mirip seekor cicak. Hah? Kaget, kok bisa cicak ini geloyoran dijalan? Gak tau apa ini tuan rumah mau lewat? Setelah beberapa detik menatap si cicak tadi, tiada tanda-tanda kehidupan. Maka aku yakin kalau dia adalah korban pertama sejak peperangan kami yang sekarang masih berlangsung. Walaupun korban sementara jatuh dari pihak cicak, aku merasa itu tidak puas karena terbunuh secara tidak disengaja.
Keluarga ku dan cicak sebenarnya telah hidup berdampingan dari semasa aku kecil. Dulu pernah kejadian. Waktu itu saat bulan puasa, pas waktu sahur mama memasak dengan tergesa-gesa sambil melihat jam yang sebentar lagi menandakan imsak. Mama sedang memasak indomie untuk menu sahur. Entah mengapa saat mie tadi dihidangkan dimeja makan, sambil si mama menggoreng telor sebagai ganti ikan, eeh si cicak terjun bebas dari pelapon, platfon, atap, plafon atau apalah. Cicak tadi langsung koid dikarenakan kuah dari mie yang baru mendidih, alhasil jadilah sosis cicak. Kami sekeluarga pun berkumpul siap-siap menikmati hidangan sahur. Dan saat itu tanpa indomie. Pffftt...
Peperangan berlanjut hingga saat ini. Beberapa hari yang lalu saat lebaran. Seperti biasa, hidangan makanan dari cemilan kue-kue hingga yang berat-berat seperti rawon, soto, bakso dan lain-lain. Untuk melengkapi kesan hari raya, tersedialah kue bolue, seperti kue tar ultah, bukan..tepatnya sejenis brownis atau hanya warnanya yang mirip, entahlah aku pun gak sempat menyicipinya. Seperti biasa, malam itu kue tersebut masih tetap pada tempatnya, diatas meja makan. Aku sempat beberapa kali mau memakannya, tapi dikarenakan kondisi perut setiap saat selalu penuh akibat balas dendam, maka niat makan kue tar/ ultah/ brownis batal. Saat pagi hari mama pun akan memotong-motongnya menjadi kecil-kecil agar mudah dimakan, lalu terdengar suara jeritan mama “Aaaakkkk...” diiringin dengan makian “cicaaaak!!” aku bertanya, kenapa ma? Itu, cicak ada didalam kotak kue, kata mama. Kemudian berakhirlah umur kue tersebut dalam sekejap. Korban kali ini cicak (lolos) Manusia (nol) kueh (lenyap).
Sebenarnya korban yang berjatuhan dari pihak cicak rumahan sudah banyak. Seperti cicak yang tergencet dipintu-pintu rumah, dipukul pakai sapu, dijebak dengan menggunakan lem, dan lain-lain. Hal ini tanpa mengurangi semangat cicak untuk terus melakukan perlawanan kepada kami dan kami pun demikian juga, akan terus mempertahankan wilayah kekuasaan kami khususnya dirumah ini. Sekian.
Permusuhan kami berawal pada suatu hari, di dalam kamar. Saat itu mereka (cicak) sedang mengerjakan tugas wajibnya sebagai mahluk Tuhan. Mereka sedang kawin. Dan mereka kawin di depan mata, tanpa ada rasa sungkan sama tuan rumah atau apa, dan mereka sangat menikmatinya. Kampret.
Cicak 1 : eh yank, itu orang ngapain dari tadi liatin kita?
Cicak 2 : ih, gak tau kita lagi asik apa, udah cuekin aja yank.
Cicak 1 : kasian yah, mukanya kayak kepengen gitu?
Karena sudah terbiasa melihat cicak dari kecil, terkadang aku bisa paham bahasa cicak dan mereka sedang ngomongin apa. Sebenarnya mau ngata-ngatain itu cicak berdua, tapi mungkin omongan mereka ada benernya juga. Ah, aku menundukkan kepala *sigh*.
Tapi bukan aku mengalah, justru saat ini bendera perang telah dikibarkan oleh cicak rumahan dengan aku yang mewakili seluruh perasaan manusia yang terzalimi oleh mereka selama ini.
Peperangan kami dibuktikan untuk yang kedua kalinya, korban yang berjatuhan adalah salah seekor dari cicak dewasa, dan manusia nol. Saat itu sekitar jam 7 sore, sehabis magrib aku bergegas pergi keacara undangan nikahan temen. Sebenarnya setiap ada undangan nikah itu perasaan selalu hancur, apalagi kalau pas ditanya “pasangannya mana?” “kapan nyusul?” atau “sudah karatan tuh” Asem.
Aku buru-buru memakai baju yang lagi-lagi itu-itu aja sampai ada yang gelar baju kobat, kobat khusus undangan. Setelah berkaca lebih dari setengah menit, kunci motor sudah ditangan, berjalanlah aku menuju pintu rumah. Tiba-tiba saat membuka pintu, ada semacam suara “e’eeek” dalam hati bertanya-tanya, apa tadi? Lalu saat melangkah aku melihat kebawah, ternyata ada potongan daging terburai, semacam titit, tapi lebih mirip seekor cicak. Hah? Kaget, kok bisa cicak ini geloyoran dijalan? Gak tau apa ini tuan rumah mau lewat? Setelah beberapa detik menatap si cicak tadi, tiada tanda-tanda kehidupan. Maka aku yakin kalau dia adalah korban pertama sejak peperangan kami yang sekarang masih berlangsung. Walaupun korban sementara jatuh dari pihak cicak, aku merasa itu tidak puas karena terbunuh secara tidak disengaja.
Keluarga ku dan cicak sebenarnya telah hidup berdampingan dari semasa aku kecil. Dulu pernah kejadian. Waktu itu saat bulan puasa, pas waktu sahur mama memasak dengan tergesa-gesa sambil melihat jam yang sebentar lagi menandakan imsak. Mama sedang memasak indomie untuk menu sahur. Entah mengapa saat mie tadi dihidangkan dimeja makan, sambil si mama menggoreng telor sebagai ganti ikan, eeh si cicak terjun bebas dari pelapon, platfon, atap, plafon atau apalah. Cicak tadi langsung koid dikarenakan kuah dari mie yang baru mendidih, alhasil jadilah sosis cicak. Kami sekeluarga pun berkumpul siap-siap menikmati hidangan sahur. Dan saat itu tanpa indomie. Pffftt...
Peperangan berlanjut hingga saat ini. Beberapa hari yang lalu saat lebaran. Seperti biasa, hidangan makanan dari cemilan kue-kue hingga yang berat-berat seperti rawon, soto, bakso dan lain-lain. Untuk melengkapi kesan hari raya, tersedialah kue bolue, seperti kue tar ultah, bukan..tepatnya sejenis brownis atau hanya warnanya yang mirip, entahlah aku pun gak sempat menyicipinya. Seperti biasa, malam itu kue tersebut masih tetap pada tempatnya, diatas meja makan. Aku sempat beberapa kali mau memakannya, tapi dikarenakan kondisi perut setiap saat selalu penuh akibat balas dendam, maka niat makan kue tar/ ultah/ brownis batal. Saat pagi hari mama pun akan memotong-motongnya menjadi kecil-kecil agar mudah dimakan, lalu terdengar suara jeritan mama “Aaaakkkk...” diiringin dengan makian “cicaaaak!!” aku bertanya, kenapa ma? Itu, cicak ada didalam kotak kue, kata mama. Kemudian berakhirlah umur kue tersebut dalam sekejap. Korban kali ini cicak (lolos) Manusia (nol) kueh (lenyap).
Sebenarnya korban yang berjatuhan dari pihak cicak rumahan sudah banyak. Seperti cicak yang tergencet dipintu-pintu rumah, dipukul pakai sapu, dijebak dengan menggunakan lem, dan lain-lain. Hal ini tanpa mengurangi semangat cicak untuk terus melakukan perlawanan kepada kami dan kami pun demikian juga, akan terus mempertahankan wilayah kekuasaan kami khususnya dirumah ini. Sekian.
0 komentar:
Posting Komentar