Senin, 11 Agustus 2014

Jas Hujan

Entah siapa penemu jas hujan, tapi yang jelas benda tersebut adalah salah satu hal yang sangat sakral dalam sejarah perjalanan hidup saya. Makanya saya kalau pas jalan dan ternyata lupa bawa jas hujan dan saat itu juga “kehujanan” itu rasanya mau maki-maki orang yang lewat. Kelupaan itu jengkelin sih. Padahal pas mau jalan ambil kunci motor ingat “Heh, itu jas hujan ada di jemuran, jangan lupa di ambil lalu dimasukkan dalam jok motor biar nanti kalau pas hujan nggak kebasahan” ini hati yang ngomong. Dan ternyata..akhirnya.. lupa : (. Begitu sudah di tengah jalan baru ingat. Asem.
Ya kalau dari awal-awal memang nggak ada ingat jas hujan sih nggak masalah. Nggak terlalu jengkel juga. Eh, tapi tetep jengkel juga sih. :|
Tapi memang ya, ada yang beranggapan hujan itu romantis. Ya kalau itu pas jalan bareng pasangan terus berteduh karena kehujanan sih asik. “...waktu itu hujan rintik-rintik, kita berteduh di bawah atapnya.. tanganmu ku pegang erat-erat.. hingga suasana begitu hangat.. lalaalalala.. syalalala.. ayo..ayo.. kenangan itu selalu ku ingat..” yak, begitu kira-kira lirik lagunya. Saya juga lupa yang nyanyiin siapa atau band apa (googling sendiri ya). Coba, saking romantisnya berteduh karena kehujanan sama pacar aja bisa di jadiin lagu. Gimana kalau berteduh gara-gara banjir, mungkin bisa buat anak kali ya?.. ah, abaikan..abaikan :D

Dulu pernah pas di jalan terus kehujanan (perasaan ini kalimatnya sudah berapa kali ditulis ya?) berteduh di depan toko orang kurang lebih sekitar satu jam. Muka sudah nggak karuan rupanya. Dari pasang tampang sok tegar, senyum (biar di katain tabah), datar (mencoba sabar), muka melas biar di kasianin orang yang lewat memakai jas hujan siapa tau mau pinjemin ke saya (ini juga nggak bakalan berhasil). Ya, selain sambil menggerutu dalem hati, banyak juga sih hikmah yang di dapat. Seperti, orang yang sama-sama berteduh dan dia lebih basah dari saya, orang yang motornya mogok gara-gara ketemu banjir, orang yang telat ke kantor terjebak hujan dan banjir. (ini kok senang ya liat penderitaan orang?). Ya mau gimana lagi, hiburannya ya itu liatin orang yang lewat dan yang ada disekitar saya aja. Lah, semua pada kehujanan juga.

Selama waktu tersebut saya terfikir. Bagaimana kalau terima jasa sewa jas hujan dengan saya berkeliling menawarkan jas hujan kepada orang yang kebetulan berteduh karena kehujanan dan hanya mencatat KTP si korban hujan tadi. Wah, asik ya. Hujan-hujan jalan sambil usaha. Dapat pahala lagi nolongin orang. : )
Tapi semua itu butuh usaha dan kerja keras. Selain usaha cari modal buat beliin jas hujan banyak-banyak, kerja keras seperti pada saat hujan harus keluyuran. Di saat orang-orang berdoa agar hujannya reda, kita malah berdoa tiap hari hujan biar sewa jas hujannya laris.

Ospek

Pernah duduk di bangku kuliah? Pernah ikut merasakan ospek yang diadakan ketika kita baru memasuki suatu kampus? Ya. Walaupun ada juga yang tidak. Tapi itu katanya syarat ya? Syarat dimana pada saat nanti mengajukan skripsi agar melampirkan sertifikat sebagai bukti pernah mengikuti orientasi perkenalan mahasiswa tersebut. Saya sih saat di kampus sebelumnya mengikuti ospek, tapi setelah pindah di kampus lain ya malah nggak ikut (maksudnya saya pernah kuliah  di dua kampus, yang pertama nggak sampai selesai terus pindah kampus, pindah kota juga dan yang kedua alhamdulillah bisa selesai walaupun dalam waktu yang saaangat lama. Huh.)  Dan karena di kampus yang keduanya nggak ikut dan kebetulan saya juga punya kenalan di BEM universitas ya makanya saya (nyogok) buat dapatin sertifikat atau piagamnya. Eh? Nggak bener ya? Mau bagaimana lagi sih, pas umur sudah kasep gini males mau ikutan ospek lagi.
Oke, sebenarnya ospek itu asik apa nggak sih? Terus terang kalau ditanya seperti ini saya jawabnya, nggak asik. Terutama pada saat pelaksanaannya. Tetapi setelah selesai pasti rasanya bahagia ditambah cerita-cerita seru yang di mana saat itu bertemu kawan-kawan baru, saat menerima hukuman dari senior, dan pengalaman dari lingkungan atau tempat-tempat baru misalnya ospek tersebut diadakan di perkampungan yang jauh dari suasana kota. Jadi sebenarnya asik apa nggak sih? Kok kelihatannya senang gitu?  Sepertinya harus nyoba sendiri deh biar tau rasanya gimana. :D
Dulu saat mengikuti ospek di kampus yang pertama sampai sekarang masih keingat-ingat. Mungkin bener apa-apa yang pertama kali itu susah ngelupainnya, kayak cinta pertama gitu. :D
Tahun 2003 silam saya mendaftar ke (UGM) Universitas Gajayana Malang : )) dengan mengambil fakultas teknik elektro. Suatu yang sangat bertentangan dengan hati saya. Kenapa? Saya juga masih belum bisa menjawab kenapa saya memilih jurusan tersebut. Dimana elektro adalah tempatnya orang-orang yang cerdas dan berkaitan dengan alat-alat elektronik. Hampir semua mahasiswa disana dilatih untuk bisa merakit, memperbaiki, memodifikasi dan berkreasi. Sedang kan saya, yang memiliki kebiasaan membanting sesuatu kalau sedang nggak waras khususnya barang-barang elektronik juga. Ya kadang-kadang aja sih. (kadang-kadangnya itu yang membawa bencana) *kemudian menyesal*.
Setelah beberapa bulan kemudian, saya baru menyadari kalau jurusan yang saya ambil ternyata nggak cocok sama keberlangsungan hidup saya. Ya, aslinya sih otak saya nggak sinkron (halah, bilang aja otaknya nggak mampu).
Pernah kejadian di kelas. Waktu itu kuliah pagi dengan mata kuliah statistik I. Ngeri ya? kalau anak-anak eksak yang hobinya ngitung-ngitung nyantai aja dengernya. Lah, saya yang nggak seberapa paham dan antara hobi yang di paksakan dengan minat sendiri itu beda jauh, dan saya juga termasuk korban. Korban yang dipaksakan agar harus senang sama pelajaran hitung-hitungan semenjak sekolah dasar.
Jadi saya mengikuti mata kuliah tersebut. Waktu itu saya datangya (agak) telat. Mungkin bagian bangun tidur yang dengan susah payah sewaktu dibangunin sama temen satu kost, trus harus mengantri karena kamar mandinya penuh, hingga berlari-lari dari kost sampai kampus semua itu saya skip aja ya, soalnya suram semua kalau diceritain.
Pagi itu saya mengetuk pintu kelas yang sudah tertutup rapat. Dari luar nggak kedengaran suara orang-orang di dalam. Pas saya buka, kaget, manusianya banyak bener. Saya pikir itu lagi seminar atau kuliah umum, jadi pintunya saya tutup lagi. Eh, sekilas tadi saya kok ada lihat temen-temen saya. Lalu pintunya saya buka lagi dan ternyata bener. Mata kuliah statistik I sedang berlangsung, dan saya juga yakin setelah melihat dosennya. Itu pak... aduh lupa namanya.
Setelah minta maaf dan berbagai macam alasan ditambah saya pasang muka melas waktu itu, akhirnya saya juga diperbolehkan mengikuti mata kuliah tersebut.
Sambil berjalan mencari kursi yang kosong, saya perhatiin ini mahasiswanya kok banyak bener. Dan nggak heran ya, mata kuliah yang susah-susah itu banyak loh digemari sama mahasiswa, sampai-sampai mereka rela mengambil mata kuliah yang sama pada semester berbeda. Dengan kata lain mata kuliah ini banyak yang nggak lulus, terus ngulang lagi : ))
Kurang lebih hampir 80 orang yang berada dalam satu ruangan. Bayangin betapa sumpeknya itu kelas. Eh, tapi nggak ding, kelasnya sunyi senyap aja. Mungkin semuanya pada konsentrasi penuh ya, soalnya kan mata kuliah yang dihadepin ini serem. Tapi apa karena dosennya lebih serem ya? Saya juga takut sih menatap mata pak dosennya. Seram.
Setelah duduk sekitar 10 menit. Pak dosen yang tadinya menjelaskan panjang lebar bertanya kepada kami. “kalian semua cukup jelas?” lalu kami jawab “jelaaaaaaaaaassssss pak”. “ada yang ditanyakan?”. “nggak adaaaaaaaaa” dan ternyata yang jawab nggak ada tadi cuma saya seorang diri. Apes.
Setelah pak dosen menatap saya penuh rasa prihatin, lalu beliau memberikan lima buah contoh soal. Yak, tiba-tiba saya yakin kalau hari ini adalah musibah untuk saya.
"Terus, cerita semasa ospeknya gimana?" Oh, iya. lain kali aja deh ya. :*