Rabu, 11 September 2013

Ah, kau tile!

“Gila lu ndro!”. Siapa aja yang suka atau pernah nonton filmnya warkop pasti ngerti sama dialognya ini. Dalam film tersebut ada tiga tokoh utama. Mereka adalah Dono, Kasino dan Indro. Ketiganya merupakan aktor paling berjaya pada era perfilman tahun 80-90an. Film-film mereka termasuk dalam kategori komedi. Saya aja kalau nonton pasti cekikikan di buatnya, walaupun sudah berulang-ulang di putar di tv. Sebenarnya saya bukan mau bahas tentang film-filmnya warkop. Itu nggak mungkin.
 Saya mau bahas tentang orang gila. Iya, yang saya maksud itu gila beneran loh ya, bukan gila-gilaan kayak lagunya the changcuters itu. Oke, sesuai dengan awal tulisan tadi, ada dialog filmnya warkop yang di mana Kasino sering mengucapkan gila kepada Indro. Maksud kasino mengucapkannya di sini karena Indro yang dengan tingkahnya yang koplak dan nyeleneh namun masih sadar pas ngelakuinnya. Ya, kalau di Bahasa Indonesia itu namanya  .... duh lupa..
“Gila kau tile!”. Mungkin ini yang pas untuk mengatakan kepada kawan saya yang sudah saya kenal sejak SMP dulu. Iya, tile itu nama samarannya. Kadang masih nggak percaya kalau teman yang dari dulu kita kenal baik-baik saja, sekarang sangat berubah. Perubahannya itu dari manusia normal hingga menjadi.. ah, sebenarnya saya nggak tega kalau mengatakan kawan saya ini sekarang agak kurang waras. Kaget? Sangat. Dan masih nggak percaya kalau hal itu bisa menimpa dia. Malang sekali nasibnya.
Barusan tadi saya bertemu dengan dia. Sedih dan males begitu liat mukanya yang dari jauh sudah senyum-senyum mengenali saya. Oh ya, ingatannya masih kuat loh. Bahkan dia masih ingat teman-temannya dan masih ingat rumah saya juga :( (ini musibah). Orangnya selalu memakai kemeja. Kemana pun. Karena selama saya bertemu dengan dia selalu demikian. Tapi, atasannya yang terbilang rapi dan formal itu tidak di barengi dengan bawahan yang sesuai. Ya kadang celana panjang (normal), lebih sering celana pendek. Atau kolor kayak boxer gitu. Duh, ampun.
Saya selalu berfikir, mencerna, berfikir lagi kalau habis bertemu sama dia. Saya masih belum bisa mengerti sama pembicaraan kami. Perkataan yang dia ucapkan selalu membuat alis saya mengkerut seakan pendidikan yang saya dapatkan dari bangku sekolah dasar sampai kuliah itu sirna semua. Otak saya kadang terbalik-balik karena mikir keras mencerna kata-kata dari si tile ini. Ada beberapa dialog yang saya ingat sewaktu berbicara dengan dia.

Tile         : Dy.. paketkan aku bah. Aku sudah nggak tahan, kupingku disakiti kalau di rumah.
Me         : ....... (mikir sejenak, maksudnya apa. Abaikan) Oh, gampang. Kau dari mana?
Tile         : Aku sudah dari kecil loh di sini, kenalin namaku tile.
Me         : oh, aku edy (lalu salaman lagi kayak baru kenalan) *mulai ikutan nggak waras*

Kemudian saya merasa bisa ikut-ikut gila kalau sering-sering ngobrol sama dia.

Tile         : Ed, ambilkan mandat ku bah..
Me         : mandat? mandat apa?
Tile         : itu, pegangan hidup ku. Aku juga sebenarnya keturunan david beckham loh.
Me         : ..Ha..Ha..Ha.. (ngakak miris)
Tile         : mandat itu sembunyi di dalam tangan ku. Aku juga hidup dari jaman Nabi Adam.
Me         : (pasang tampang serius)...HAAAAAAA.. (masih ngakak)
Tile         : sebenarnya aku ini bukan si tile. Dia sekarang ada di bulan.
Me         : ........ (ketawa sambil teriak.. bunuh aku rud, bunuh aku!!). Loh? jadi kau siapa?
Tile         : Aku nih si baking (nama teman waktu smp)
Me         : (otak mulai konslet, kok bisa dia ingat si baking? Kok?) oh, okelah. Aku jalan dulu ya... (kaburrr)

Pembicaraan kami selalunya tidak berlangsung lama. Seperti yang saya katakan tadi, kalau sering-sering ngobrol sama dia, saya bisa-bisa ikutan gila. Saya selalu kabur begitu ada kesempatan.
Pernah waktu itu dia datang kerumah saya. Waktu itu saya pas berada di wc dan sampai dia pergi baru saya keluar (dalem hati... selamat nggak ketemu itu anak). Itulah mengapa saya katakan kalau dia masih mengingat rumah saya adalah musibah. Soalnya kalau sudah datang, trus diladeni ngobrol, bisa nggak pulang-pulang dianya. MUAHAHHAAHAA..
Kadang nggak tega juga memperlakukan teman sendiri sampai kayak gitu. Saya sering di nasihati sama orang tua saya, katanya “biar begitu juga kan dia teman kamu, ya kalau sudah jauh-jauh datang kerumah mbok ya disambut gitu.” Saya juga nggak tau pasti penyebabnya dia jadi seperti itu gara-gara apa. Mungkin karena ada masalah pada keluarganya. Atau karena ada pengaruh dari kenakalan remaja. Entahlah. Yang jelas saya sebagai kawannya dan sudah lama mengenalnya sangat bersedih dan selalu berdoa supaya si tile ini bisa hidup normal lagi dan bisa kembali seperti dulu lagi. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar